Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada
tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan
ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan
dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan
pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan
percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati
kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata,
oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan sebagai berikut.
1.
Pertempuran
Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigade
ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn.
Mereka mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan
orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah
berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan
Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian
antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan
yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1)
Inggris
berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2)
Disetujui
kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3)
Akan
dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4)
Inggris
hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan Sekutu melanggar kesepakatan
terbukti melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan
para tawanan Belanda di antaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini
dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya
menyerahkan senjatasenjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad untuk
mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata mereka.
Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada
tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat
melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi
yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan menghancurkan
pemusatanpemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya.
Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di pihak kita
banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C.
Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintah RI dengan Mallaby
dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar
oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh.
Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor
Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada
bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya
beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera
putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00
ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan
darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih
cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut
secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo.
Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada
tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar
No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata
pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan
Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000
orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta
pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat
bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI,
PTKR maupun TKR laut di bawah Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang
berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan
kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari
pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia
memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan
di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
2.
Pertempuran
Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah
pimpinan Brigadir lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat
karena akan mengurus tawanan perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka
diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan
Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu
maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel
mengadakan perundingan gencatan senjata.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang
ke Ambarawa. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan
Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda
di bawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa,
Suruh dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu.
Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman,
Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan
dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto.
Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun
strategi penyerangan terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR
berhasil mengepung musuh yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di
tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung.
Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu
meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
3.
Pertempuran
Medan Area dan Sekitarnya
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27
Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari
tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat
menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan
kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional
Indonesia di wilayah itu.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera
Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan
NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan.
Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M.
Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori
terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR,
di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly
memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi
teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu
memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut
pinggiran kota Medan.
Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas
setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember
1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan
menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris
berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR,
Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau
pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat
Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerahdaerah sekitarnya juga terjadi
perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan
Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu
dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran
ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan
rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen.
Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat
bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment