Google Search

Friday, February 17, 2017

Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959 dan Pengaruh yang Ditimbulkannya



Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut.
1.        Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2.        Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-orang dari empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3.        Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan pemberontakan PRRI dan Permesta.
Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante ini berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam yang menghendaki dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar daripada golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950).
Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante, Presiden Soekarno berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden Soekarno untuk segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi Dekrit Presiden tersebut adalah:
1.        pembubaran Konstituante,
2.        berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3.        pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan.
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR - GR).
Dalam pidato Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garisgaris Besar Haluan Negara (GBHN). Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dari Manipol ini adalah Undang- Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK.

Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih condong ke Blok Timur.

No comments:

Post a Comment