Pada
Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih anggota
badan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab
ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17
Agustus 1945 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula
di negara kita diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan
antarpartai politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil
dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan,
seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung
Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin
memisahkan diri.
Karena
keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21
Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden”
yang isinya antara lain sebagai berikut.
1.
Sistem
Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2.
Akan dibentuk
“Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-orang dari
empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3.
Pembentukan
Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat.
Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Partai-partai
Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat
bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada
konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno
mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia.
Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan pemberontakan PRRI dan
Permesta.
Setelah
keadaan aman maka Konstituante mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang
Dasar. Sidang Konstituante ini berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu
kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10
November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak
membuahkan hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan
perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan
itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan yang
menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai
Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam
yang menghendaki dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai
suara lebih besar daripada golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas
2/3 suara untuk mengesahkan suatu keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD
S 1950).
Pada
tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante, Presiden Soekarno berpidato yang
isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pihak yang
pro dan militer mendesak kepada Presiden Soekarno untuk segera mengundangkan
kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh rakyat Indonesia.
Adapun isi Dekrit Presiden tersebut adalah:
1.
pembubaran
Konstituante,
2.
berlakunya
kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3.
pemakluman
bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu
sesingkat-singkatnya.
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan
hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan.
Sebagai
tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga
negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan
Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR - GR).
Dalam
pidato Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik
Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garisgaris Besar
Haluan Negara (GBHN). Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dari Manipol ini
adalah Undang- Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti manipol ini sering
disingkat USDEK.
Dengan
demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh
yang besar dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun
sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom
yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah
menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang
impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan dekat dengan
pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-budaya
yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo
Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih
condong ke Blok Timur.
No comments:
Post a Comment