Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia terjadilah
peristiwa-peristiwabaik di tingkat pusat maupun daerah. Peristiwa-peristiwa
tersebut di antaranya Bandung Lautan Api, Puputan Margarana, Peristiwa
Westerling di Makassar, dan Serangan umum 1 Maret 1949.
1.
Bandung
Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung.
Pada waktu itu para pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang gencar-gencarnya merebut
senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan
tentara Jepang supaya diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November
1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar kota Bandung bagian utara dikosongkan
oleh pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk
menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan
sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan pasukan Sekutu.
Sekutu mengulangi ultimatumnya pada tanggal 23 Maret 1946 yakni
agar TRI meninggalkan kota Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintah
Republik Indonesia di Jakarta menginstruksikan agar TRI mengosongkan kota
Bandung, akan tetapi dari markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar kota
Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, para pejuang Bandung meninggalkan kota
Bandung walaupun dengan berat hati. Sebelum meninggalkan kota Bandung terlebih
dahulu para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah kedudukan-kedudukan
Sekutu sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan Bandung Lautan Api.
2.
Puputan
Margarana
Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal l0
November 1946 adalah bahwa Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia
dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya
Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1
Januari 1949.
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan
pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali, ikut pula tokohtokoh yang memihak
Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai Komandan Resiman Nusa
Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas
tertinggi TRI.
Sementara itu perkembangan politik di pusat
Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan
Linggajati di mana Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
Rakyat Bali merasa kecewa terhadap isi perundingan ini. Lebih-lebih ketika
Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk Negara
Indonesia Timur. Ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai,
bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata
Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai memperoleh
kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Kemudian Belanda
mengerahkan seluruh kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan
rakyat Bali ini. Pertempuran hebat terjadi pada tanggal 29 November 1946 di
Margarana, sebelah utara Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan
Ngurah Rai dapat dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai mengobarkan perang “Puputan”
atau habis-habisan demi membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai
bersama anak buahnya gugur sebagai kusuma bangsa.
3.
Peristiwa
Westerling di Makassar
Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr.
G.S.S.J. Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda
Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi
pemuda ini pernah dipimpin oleh Manai Sophian.
Sementara itu pada bulan Desember 1946 Belanda mengirimkan pasukan
ke Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan
ini untuk “membersihkan” daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik
dan menumpas perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia
Timur.
Di daerah ini pula, pasukan Australia yang diboncengi NICA
mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil. di Makassar karena Belanda
melakukan usaha memecah belah rakyat maka tampillah pemuda-pemuda pelajar seperti
A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter Monginsidi melakukan perlawanan dengan
merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk menggerakkan
perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan
tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung, dan Robert Wolter
Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya.
Sejak tanggal 7 - 25 Desember 1946 pasukan Westerling secara keji
membunuh beribu-ribu rakyat yang tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946
Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada waktu
itu Raymond Westerling mengadakan aksi pembunuhan massal di desa-desa yang
mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban.
Bagaimanakah pendapat kamu tentang tindakan Raymond Westerling tersebut?
4.
Serangan
Umum 1 Maret 1949
Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan
Desember 1948 ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda.
Belanda menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda
pada saat yang krisis ini terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI) di Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga
masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI.
Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan
kepada semua komandan TNI melalui surat Perintah Siasat No.1 bulan November
1948 isinya antara lain:
1)
memberikan
kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi
militer Belanda;
2)
memerintahkan
kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise);
dan
3)
memerintahkan
agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera
meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masingmasing (seperti Devisi
Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta.
Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada
pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu
kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak
terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan
radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah
PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di
Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh
Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta
persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari
sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan
Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan
Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para
pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam
12.00.
Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di
daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari
Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa
itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram
dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan
L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).
Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu
sebagai berikut.
1.
Ke
dalam :
·
Meningkatkan
semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak langsung memengaruhi sikap para
pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
·
Mendukung
perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan
sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya
menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI.
2.
Ke
luar :
·
Menunjukkan
kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan
serangan; dan
·
Mematahkan
moral pasukan Belanda.
No comments:
Post a Comment