Dengan
penandatanganan ini maka Perang Dunia II membawa akibat bagi bangsa Indonesia
yaitu:
1. Akibat positif, yaitu
imperialisme Belanda di Indonesia berakhir,
2. Akibat negatif, yaitu
Indonesia dijajah Jepang.
Masa
penjajahan Jepang di Indonesia walaupun tidak begitu lama akan tetapi mengakibatkan
penderitaan lahir maupun batin. Rakyat kekurangan pangan dans andang serta
mengalami penderitaan rokhaniah (moral). Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat
Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu :
1. Menghapuskan pengaruh-pengaruh
Barat di kalangan rakyat Indonesia.
2. Menggerakkan rakyat Indonesia
demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya
Adapun
berbagai kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia adalah sebagai
berikut.
A.
Sistem Pemerintahan
Setelah bangsa
Indonesia lepas dari penderitaan penjajahan Belanda selama kurang lebih tiga
setengah abad, kini bangsa Indonesia memasuki penderitaan baru yakni dalam
cengkeraman penjajah Jepang. Berbeda dengan Belanda, Jepang di Indonesia
menegakkan pemerintahan militeryang diperintah oleh Angkatan Darat dan Angkatan
Laut.
Pada mulanya
kedatangan Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia karena berusaha
menarik simpati dengan cara-cara sebagai berikut:
1.
Mengumandangkan propaganda antara lain kedatangan Jepang bertujuan membebaskan
bangsa Indonesia dari penjajah Belanda karena Jepang merupakan “Saudara Tua”
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia oleh Jepang diajak bersama-sama membentuk
“Kemakmuran bersama di kawasan Asia Timur Raya (DaiToa)”.
2.
Menggunakan bahasa Indonesia di samping bahasa Jepang sebagai bahasa resmi.
3.
Mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam organisasi-organisasi resmi pemerintah
Jepang, misalnya dalam Gerakan 3A yang dipimpin oleh Mr.Syamsuddin. Gerakan ini
mempropagandakan peranan Jepang sebagai :
a. Cahaya Asia;
b. Pelindung Asia; dan
c. Pemimpin Asia.
Di samping itu juga mengangkat tokoh-tokoh nasional
sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA).
4.
Menarik simpati umat Islam
dengan mengizinkan organisasi Majelis Islam A’la Indonesia tetap berdiri.
5.
Bendera Merah Putih boleh
dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang Kimigayo.
6.
Rakyat diwajibkan
menyerahkan besi tua. Oleh Jepang besi tua ini dilebur dijadikan alat-alat
perang.
7.
Semua harta peninggalan
Belanda yang berupa perkebunan, pabrik maupun bank disita.
Akan tetapi,
tindakan-tindakan Jepang sama dengan Belanda yakni menjajah Indonesia. Jepang
mulai menggantikan kedudukan-kedudukan Belanda di Indonesia. Partai-partai
politik dibubarkan, surat-surat kabar dihentikan penerbitannya dan digantikan
dengan koran Jepang-Indonesia.
Dalam bidang politik
pemerintahan, oleh Jepang dibentuk 8 bagian pada pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pengelolaan ekonomi pada Syux(karesidenan). Pemerintahan
daerah diaktifkan kembali untuk memperkuat dukungan terhadap kebutuhan ekonomi
perang.
Pada masa pendudukan
Jepang terjadilah perubahan di bidang politik pemerintahan yakni adanya
perubahan yang mendasar dalam sistem hukum. Dengan diberlakukannya pemerintahan
militer sementara waktu dan jabatan Gubernur Jenderal dihapuskan diganti oleh
tentara Jepang di Jawa guna mencegah terjadinya kekacauan. Mulai tanggal 5
Agustus 1942 berakhirlah pemerintahan yang bersifat sementara dan berlakulah
pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia.
Dalam susunan
pemerintah daerah di Jawa terdiri atas Syu (Karesidenan yang dipimpin oleh
Syucho, Si (Kotamadya) dipimpin oleh Sicho, Ken (Kabupaten) dipimpin oleh
Kencho, Gun (Kawedanan) dipimpin oleh Guncho, Son (Kecamatan) dipimpin oleh
Soncho, dan Ku (Desa/Kelurahan) dipimpin oleh Kuncho.
Pemerintah pendudukan
Jepang ikut campur tangan terhadap pangreh praja, yang sebenarnya mereka
berkuasa langsung terhadap rakyat akan tetapi selalu diawasi Jepang. Oleh
karena itu rakyat Indonesia dimanfaatkan untuk kepentingan Jepang.
Akibat dari
tindakan-tindakan Jepang tersebut maka rakyat mengalami kesulitan ekonomi. Kekurangan
bahan makanan mengakibatkan rakyat kekurangan gizi dan kelaparan. Penderitaan
dan kemiskinan yang dialami rakyat Indonesia terjadi dimana-mana. Dalam hal
pakaian, rakyat terpaksa harus mengunakan pakaian yang terbuat dari karung goni
sehingga banyak berjangkit penyakit kulit.
Pada masa pendudukan
Jepang terjadilah perubahan dalam bidang sosial ekonomi. Bentuk penyerahan padi
secara paksa sangat menyengsarakan rakyat. Mengapa Jepang banyak membutuhkan
bahan pangan dari Indonesia?
Akibat dari bentuk
penyerahan wajib ini banyak terjadi kelaparan, meningkatnya angka kematian,
menurunnya tingkat kesehatan masyarakat serta keadaan sosial semakin memburuk.
Angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran. Di Kudus angka kematian
mencapai 45,0 perseribu (permil) dan di Purworejo mencapai 42,7 permil
sedangkan di Wonosobo mencapai 53,7 permil. Jadi pada jaman pendudukan Jepang
keadaan petani dan masyarakat pedesaan di Jawa khususnya dalam keadaan sangat
menderita.
Selain memeras sumber
daya alam, pemerintah pendudukan Jepang juga memeras tenaga kerja manusia.
Untuk menggerakan rakyat Indonesia guna membantu maka diadakanlah Romusha.
Romusha adalah tenaga
kerja paksa yang dikerahkan Jepang untuk membangun objek-objek vital, seperti
membangun lapangan terbang, perbentengan-perbentengan, jalan rahasia dan terowongan
menuju pusat pertahanan, kubu pertahanan, jalan kereta api dan lain-lain. Untuk
memperoleh tenaga kasar dalam romusha ini dikumpulkanlah kaum pria di desa-desa
tanpa diketahui di mana mereka dipekerjakan. Banyak rakyat di Pulau Jawa
dikirim ke luar Pulau Jawa seperti ke Irian, Maluku, Sulawesi bahkan ke luar
negeri sebagai Romusha, misalnya ke Malaysia, Myanmar, dan Muang Thai.
B.
Pengaruh Kebijakan
Pemerintah Pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di
Indonesia memengaruhi di berbagai bidang kehidupan, yakni di bidang politik,
ekonomi, militer, sosial budaya.
1. Bidang Politik
Pada masa pendudukan Jepang kegiatan politik dilarang
keras dengan adanya larangan berkumpul dan berserikat. Semua oraganisasi
Pergerakan Nasional yang didirikan rakyat dibubarkan kecuali terhadap golongan
Islam Nasionalis masih diberikan kelonggaran. Upaya Jepang dalam memperkuat
kedudukannya di Indonesia selain merubah sistem pemerintahannya, yakni dengan
sistem pemerintahan militer juga dengan mendekati kaum nasionalis Islam, kaum
nasionalis sekuler maupun golonmgan pemuda.
Terhadap golongan nasionalis Islam Jepang tetap
mengijinkan berdirinya organisasi MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang
didirikan oleh K.H. Mas Mansur dan kawan- kawan di Surabaya pada tahun 1937
pada jaman pemerintahan Hindia Belanda. Organisasi ini diijinkan tetap berdiri
dengan permintaan agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat politik.
Jepang juga melakukan pendekatan terhadap kaum
nasionalis sekuler dengan melakukan kerja sama yakni membentuk Gerakan Tiga A.
Nama gerakan ini dijabarkan dari semboyan Jepang pada waktu itu :”Nippon cahaya
Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia”. Gerakan Tiga A ini dipimpin
oleh Mr. Samsuddin, seorang tokoh Parindra Jawa Barat. Pemerintah pendudukan Jepang
menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak efektif sehingga pada bulan Desember 1942
dibubarkan.
Golongan pemuda juga mendapat perhatian pada zaman
pendudukan Jepang. Sebab oleh Jepang, golongan ini masih dianggap belum sempat
dipengaruhi oleh alam pikiran Barat.
2. Bidang Ekonomi
Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi
rakyat sangat menderita.Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus
Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942.
Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari
ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang.
Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah
merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan
komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak
milik Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-
bank, pabrik-pabrik, perusahaan perusahaan, telekomunikasi dan lain-lain.
Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam melakukan serangan keluar
negaranya tidak membawa perbekalan makanan.
Kebijakan ekonomi pemerintah pendudukan Jepang
diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang
dianggap sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi kepentingan
perang diganti dengan tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman jarak untuk
pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo
dilaksanakan secara konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan
perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas
kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang
diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki.
Karena dengan sistem desentralisasi maka Jawa
merupakan bagian daripada “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”
mempunyai dua tugas, yakni:
1)
memenuhi kebutuhan sendiri
untuk tetap bertahan,
2)
mengusahakan produksi
barang- barang untuk kepentingan perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang
untuk biaya perang. Bahan makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan
prajurit Jepang sehari-hari, bahkan juga untuk keperluan perang jangka panjang.
Beberapa tindakan Jepang dalam memeras sumber daya
alam dengan cara-cara berikut ini.
1)
Petani wajib menyetorkan
hasil panen berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi militer Jepang. Hal
ini mengakibatkan rakyat penderita kelaparan.
2)
Penebangan hutan secara
besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat perang, misalnya kayu jati untuk
membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir dan erosi
yang sangat merugikan para petani. Di samping itu erosi dapat mengurangi
kesuburan tanah.
3)
Perkebunan-perkebunan yang
tidak ada kaitannya dengan keperluan perang dimusnahkan, misalnya perkebunan
tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani diwajibkan menanam pohon jarak karena
biji jarak dijadikan minyak pelumas mesin pesawat terbang. Akibatnya petani
kehilangan lahan pertanian dan kehilangan waktu mengerjakan sawah. Sedangkan
untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak dimusnahkan karena
tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
4)
Penyerahan ternak sapi,
kerbau dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak dipotong secara
besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan
hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni untuk membajak.
Dengan dua tugas inilah maka serta kekayaan pulau
Jawa menjadi korban dari sistem ekonomi perang pemerintah pendudukan Jepang.
Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha
ini dengan bujukan, tetapi apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk
menarik simpati penduduk, Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan
pekerja yang dihormati atau prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang
yang sedang menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.
Sedangkan panitia pengerah Romusha disebut
Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para pamong praja dan pegawai rendahan juga
melakukan kerja bakti sukarela yang disebut Kinrohoshi.
Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah
Jepang dalam kegiatan Romusha ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi
(kerja bakti), Bung Hatta memimpin Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau
Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H. mempelopori pembaktian barang-barang perhiasan
rakyat untuk membantu biaya perang Jepang.
Akibat dari Romusha ini jumlah pria di
kampung-kampung semakin menipis, banyak pekerjaan desa yang terbengkelai,
ribuan rakyat tidak kembali lagi ke kampungnya, karena mati atau dibunuh oleh
Jepang. Coba bandingkan dengan rodi pada jaman penjajahan Belanda!
Untuk mengawasi penduduk atas terlaksananya
gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) sampai ke
pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian sumber daya manusia rakyat Indonesia
khususnya di Jawa dimanfaatkan secara kejam untuk kepentingan Jepang. Akibat
dari tekanan politik, ekonomi, sosial maupun kultural ini menjadikan mental
bangsa Indonesia mengalami ketakutan dan kecemasan.
3. Bidang Militer
Perang Asia Pasifik sudah meluas di Asia Tenggara
dan Asia Timur serta Pasifik. Untuk keperluan tersebut Jepang memerlukan
bantuan tenaga dari bangsa Indonesia. Untuk itu dibentuklah
organisasi-organisasi militer maupun semi militer berikut ini.
1)
Seinendan (Barisan Pemuda)
Seinendan merupakan organisasi semi militer yang
dibentuk secara resmi tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas pemuda
usia 14-22 tahun. Mereka dilatih militer untuk mempertahankan diri maupun
penyerangan. Tujuan pembentukan Seinendan yang sebenarnya adalah agar Jepang memperoleh
tenaga cadangan untuk memperkuat pasukannya dalam Perang Asia Pasifik.
2)
Keibodan (Barisan Pembantu
Polisi)
Keibodan merupakan organisasi semi militer yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda usia
23 – 25 tahun. Tugas Keibodan adalah sebagai pembantu polisi dalam yang
bertugas antara lain menjaga lalu lintas, pengamanan desa, sebagai mata-mata,
dan lain-lain. Jadi keibodan ini selain untuk memperkuat kewaspadaan dan
disiplin masyarakat juga untuk politik pecah belah. Keibodan mendapat
pengawasan ketat dari tentara Jepang karena untuk menghindari pengaruh dari
kaum nasionalis dalam badan ini. Di seluruh pelosok tanah air sudah dibentuk
Keibodan walaupun namanya berbeda, antara lain di Sumatera disebut Bogodan
sedangkan di Kalimantan disebut Borneo Konen Hokukudan.
3)
Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943.
Anggotanya terdiri atas wanita yang berumur 15 tahun ke atas. Tugas Fujinkai
adalah ikut memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib berupa
perhiasan, hewan ternak, dan bahan makanan untuk kepentingan perang.
4)
Heiho (Pembantu Prajurit
Jepang)
Heiho merupakan organisasi militer resmi yang
dibentuk pada bulan April 1945. Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 18 –
25 tahun. Heiho merupakan barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan
dimasukkan sebagai bagian dari ketentaraan Jepang. Heiho dijadikan sebagai
tenaga kasar yang dibutuhkan dalam peperangan misalnya memindahkan senjata dan
peluru dari gudang ke atas truk, serta pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai
berakhirnya masa pendudukan Jepang jumlah anggota Heiho mencapai 42.000 orang.
Prajurit Heiho juga dikirim ke luar negeri untuk menghadapi pasukan Sekutu
antara lain ke Malaya (Malaysia), Birma (Myanmar), dan Kepulauan Salomon.
5)
Syuisyintai (Barisan
Pelopor)
Syuisyintai diresmikan pada tanggal 25 September
1944. Syuisyintai ini dipimpin oleh Ir. Soekarno yang dibantu oleh Oto
Iskandardinata, R.P. Suroso, dan Dr. Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor
memiliki kekuatan satu batalyon di tiap kota atau kabupaten, menyiapkan
pemuda-pemuda dewasa untuk gerakan perlawanan rakyat. Latihan-latihannya
ditekankan pada semangat kemiliteran.
6)
Jawa Hokokai (Perhimpunan
Kebaktian Rakyat Jawa)
Jawa Hokokai diresmikan pada tanggal 1 Maret 1944.
Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah dan langsung di bawah
pengawasan pejabat Jepang. Pimpinan tertinggi dipegang oleh Guneseikan (Kepala
/ pemerintahan militer yang dijabat kepala staf tentara). Keanggotaan Jawa
Hokokai adalah para pemuda yang berusia minimal 14 tahun. Tugas Jawa Hokokai
adalah menggerakkan rakyat guna mengumpulkan pajak, upeti, dan hasil pertanian
rakyat.
7)
PETA (Pembela Tanah Air)
PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul
Gotot Mangkupraja kepada Letjend. Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16).
PETA di Sumatera dikenal dengan Gyugun.
Pembentukan PETA ini berbeda dengan organisasi lain
bentukan Jepang. Anggota PETA terdiri atas orang Indonesia yang mendapat
pendidikan militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah air Indonesia.
PETA merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA. Jabatan
komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan ada
pelatih dan penasihat Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain
Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani.
Pergerakan massa rakyat dalam organisasi-organisasi
di atas telah mendorong rakyat memiliki keberanian, sikap mental untuk
menentang penjajah, pemahaman terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang
mengarah pada terbentuknya nasionalisme.
4. Bidang Sosial Budaya
Pada jaman pendudukan Jepang media massa diawasi
dengan ketat. Surat kabar,radio, maupun majalah terbit tanpa izin istimewa akan
tetapi selalu diawasi oleh badan-badan sensor. Walaupun demikian surat kabar
dan radio ikut berfungsi menyebarluaskan perkembangan bahasa Indonesia.
Lenyapnya bahasa Belanda dari pergaulan sehari- hari memberikan peluang bagi
perkembangan bahasa Indonesia. Larangan pemakaian bahasa Belanda di semua
papan- papan iklan maupun papan nama dan diganti dengan bahasa Indonesia dan
bahasa Jepang.
Pertumbuhan bahasa Indonesia yang tak dapat
dibendung mengakibatkan mau tak mau Jepang mengabulkan keinginan bangsa
Indonesia untuk mengangkat bahasa melalui pelaksanaan Sumpah Pemuda tahun 1928.
No comments:
Post a Comment