Pada awalnya
Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah Irian. Akan tetapi
operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando Mandala ternyata berhasil
terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan pasukan Indonesia. Sementara itu
Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak mendapat tekanan dari pihak Amerika
Serikat untuk berunding karena untuk mencegah terseretnya Uni Soviet dan
Ameriksa Serikat ke dalam konfrontasi.
Dengan adanya
rencana Bunker di atas maka sikap Indonesia adalah menerimanya. Hal ini
ternyata menambah simpati dunia terhadap RI, sebaliknya Belanda bersikukuh
mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itu pada tanggal 14 Agustus 1962 RI
melakukan operasi besar-besaran yang terkenal sebagai operasi Jayawijaya.
Tanggal penyerbuan ini ditetapkan sebagai ”Hari H” atau “Hari Penyerbuan.”
Pada tanggal
15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia dengan
Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini
terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York
adalah sebagai berikut.
1.
Pemerintah
Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB
(UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) pada
tanggal 1 Oktober 1962.
2.
Pada tanggal 1
Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan
bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk
digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
3.
Pemerintah
UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya diserahkan
kepada pihak Indonesia.
4.
Pemulangan
orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei
1963.
5.
Pada tahun 1969
rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap dalam
wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera).
Selanjutnya
untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pasukan keamanan PBB
yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan. Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal
Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963
roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka
diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat.
Di samping
nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian
Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel
Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk dikenang
adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni
Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam
pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis
yang berjudul Pending Emas.
Dengan
ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat
diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera
dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka Komando
Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang
bertugas menjaga keamanan dalam penpenyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian
Barat dai UNTEA kepada Indonesia.
No comments:
Post a Comment